Sejak mengambil alih kekuasaan dari tangan Soekarno dan memegang
tampuk kekuasaan di Indonesia pada 1966, atau usai mengatasi
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), Soeharto berusaha memperbaiki hubungan Indonesia dengan sejumlah negara tetangga, termasuk Barat. Langkah pertama adalah mengakhiri perang konfrontasi dengan Malaysia
yang didengungkan Soekarno untuk merebut Tanah Sabah dan Serawak.
Sembari menyebut sebagai negara serumpun Pak Harto berupaya meredakan
ketegangan antara Indonesia dengan Malaysia. Tidak hanya itu, Soeharto
terus berusaha menjadikan Indonesia sebagai negara yang disegani, bukan
hanya segi militer, tapi juga diplomatik. Salah satunya dengan
menyelesaikan konflik bersenjata antara Filipina dan milisi Moro. Melalui perjalanannya itu, Soeharto
berhasil menjalin persahabatan dengan sejumlah pemimpin, mereka pun
membalasnya dengan pelbagai kerja sama uang menguntungkan bagi kedua
belah pihak.
Berikut lima pemimpin dunia yang menjadi sahabat Soeharto:
1. Tun Mahathir Bin Mohamad
Sebelum bertemu Pak Harto, Perdana Menteri (PM) Malaysia Tun
Mahathir bin Mohamad sempat berkeinginan untuk bertemu langsung dengan
presiden kedua Indonesia itu. Niat itu kesampaian usai dilantik menjadi
PM Malaysia menggantikan Datuk Hussein Onn pada 1981 lalu. Dalam kunjungan pertamanya, Mahathir mengaku terkesan dengan cara
Soeharto menyambut kedatangannya. Tanpa melihat jabatan yang diemban,
Pak Harto menjemputnya langsung dari Bandara Halim Perdanakusuma,
mengajaknya ke dalam satu mobil, hingga mengantarnya ke kamar yang
disiapkan untuk tamu negara.
"Pak Harto mengantar saya sampai ke kamar dan mengatakan apabila ada
kekurangan bisa disampaikan kepada orang yang disiapkan untuk melayani,"
kata Mahathir dalam buku 'Pak Harto, The Untold Stories' terbitan
Gramedia Pustaka Utama terbitan 2011. Sejak itu, dirinya terus berkomunikasi dengan Pak Harto hingga akhir
jabatannya. Jika ada masalah antara kedua negara, keduanya dengan cepat
melakukan pembicaraan dan mencegahnya agar tidak lebih meluas.
2. Lee Kuan Yeuw
Indonesia, Malaysia dan Singapura, merupakan negara yang
berkonflik di era konfrontasi masa kepemimpinan Soekarno. Ketiga negara
ini sempat terlibat perang karena ingin merebut Sabah dan Serawak dari
Malaysia. Ketegangan itu pun mulai mereda ketika Soeharto bertemu dengan PM
Singapura Lee Kuan Yeuw di sela-sela Pertemuan Tingkat Tinggi Gerakan
Non-Blok di Lusaka, Zambia. Lee mengaku, masih memiliki rasa curiga saat
berjumpa dengan Pak Harto.
"Kami bicara sekitar 30 menit di villa Soeharto mengenai perkembangan
regional, dan saat itu kami banyak menemukan kesepahaman pandangan,"
kata Lee dalam buku 'Pak Harto, The Untold Stories' terbitan Gramedia
Pustaka Utama terbitan 2011. Sejak itu, Lee memandang Pak Harto sebagai orang yang selalu memegang
komitmen, selalu berusaha menjaga perdamaian negara kawasan serta
terbuka terhadap hal-hal asing. Selama 30 tahun kepemimpinan Lee di
Singapura, dia telah membangun persahabatan erat dengan Indonesia selama
30 tahun.
3. Sultan Haji Hassanal Bolkiah
Sultan Hassanal Bolkiah, pemimpin dari sebuah negara kaya di
utara Kalimantan. Dalam lawatan pertamanya pada April 1981, Sultan
melihat Pak Harto sebagai orang yang tenang dan terhormat. Seorang
negarawan yang memiliki kebijaksanaan dan kewibawaan.
"Gambaran ini memang betul dan tepat dan saya menganggap persahabatan
yang terjalin sejak pertemuan itu sebagai satu kehormatan dan
keistimewaan," tulis Sultan dalam buku 'Pak Harto, The Untold Stories'
terbitan Gramedia Pustaka Utama terbitan 2011. Sejak itu, hubungan kedua negara terus mengalami peningkatan. Dengan
Soeharto, Sultan mengadakan banyak kerjasama di pelbagai bidang, mulai
dari kebudayaan, pertukaran pelajar dan lainnya.
4. Fidel Ramos
Baru saja menjabat empat bulan sebagai Presiden Filipina,
Fidel Ramos langsung bertemu saat berlangsungnya penobatan Sultan
Hassanal Bolkiah menjadi penguasa di Brunei Darussalam pada Oktober 1992
lalu. Kesempatan itu dipakainya untuk meraih dukungan membentuk cluster
dalam Asean. Bersama Pak Harto pula, selama kepemimpinan Fidel Ramos, pertikaian
antara pemerintah Filipina dan milisi Moro di selatan Filipina bisa
terselesaikan. Idenya untuk meredakan ketegangan mendapat dukungan penuh
dari Soeharto dan meminta Fidel untuk berkomunikasi dengan pemimpin
Libya, Kolonel Muamar Khadafi. Keberhasilan itu tercapai di Cipanas, Bogor. Kedua belah pihak
sepakat untuk mengakhiri pertikaian. Tentu, tak lepas dari peran
Soeharto yang dianggapnya senior dalam pemerintahan.
5. Paul Keating
Paul Keating menjabat sebagai PM Australia dengan masa
jabatan 1991-1996 dari tangan Hawke. Selamat menjabat sebagai kepala
pemerintahan di negeri kangguru, dirinya memiliki kedekatan erat dengan
Soeharto. Di masa kepemimpinan Keating, Indonesia tengah menghadapi serangan
dari sejumlah negara Barat. Terutama atas isu pembantaian masyarakat
sipil di Timor Timur (sekarang Timor Leste) saat invasi Indonesia pada
1973 lalu. Banyak pemimpin dunia yang meminta Pak Harto bertanggung
jawab atas kejadian itu.
Australia menjadi satu-satunya negara Barat yang mendukung pendudukan
Indonesia di Timor Leste, Keating pula yang menutup jumlah korban
sesuai dengan rilis resmi yang dikeluarkan Jakarta.
Langkah ini dianggap tidak populis, namun patut diakui bahwa
pemerintahan Keating sangat tergantung dengan rezim Pak Harto demi
membuka pintu diplomatik dan ekonomi di Asia.
Keating membutuhkan dukungan Soeharto menjadikan APEC sebagai forum
pemimpin regional utama, sebab Malaysia dianggap menghalangi pengaruh
Australia di kawasan Asia. Sebagai imbalannya, Keating meningkatkan
hubungan pertahanan, mengisi kekosongan yang ditinggalkan Kongres AS
yang membatasi hubungan militer dengan Indonesia setelah pembantaian
Dili.
Pengaturan ini memuncak dalam penandatanganan perjanjian keamanan
bersama dengan Indonesia pada tahun 1995, membuka jalan untuk latihan
militer bersama.
(sumber dari: Merdeka.com)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar