
Perang Diponegoro disebut-sebut sebagai perlawanan rakyat terbesar di Pulau Jawa selama pemerintahan kolonial Belanda. Perang Diponegoro berlangsung selama lima tahun yaitu antara tahun 1825-1830 dan diperkirakan memakan hampir 200.000 dari kedua belah pihak. Pangeran Diponegoro adalah seorang bangsawan dari Kesultanan Yogyakarta dan merupakan putra Sultan Hamengkubuwono III. Pada zamannya, wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram khususnya Kesultanan Yogyakarta menjadi semakin sempit karena banyak daerah yang di ambil alih oleh pemerintah kolonial Belanda.
Pangeran Diponegoro merupakan salah satu bangsawan yang menentang kolonial Belanda karena telah melihat berbagai penindasan yang mereka lakukan kepada rakyat. Beliau akhirnya lebih memilih untuk mengasingkan diri dari istana dan menetap di Desa Tegalrajo, Yogyakarta. Di Desa inilah Pangeran Diponegoro menjalani hidup sebagai rakyat biasa namun diam-diam mulai menyusun kekuatan untuk melawan Belanda.
Penyebab Perang Diponegoro
- Semakin menyempitnya daerah kekuasaan Kesultanan Yogyakarta.
- Penderitaan rakyat akibat kerja rodi dan diberlakukannya berbagai macam pajak.
- Tindakan Belanda yang sering ikut campur dalam urusan pemerintahan Kesultanan Yogyakarta.
- Masuknya budaya barat yang bertentangan dengan Islam dan budaya setempat.
- Munculnya beberapa pejabat istana yang berkhianat dan mendukung Belanda.
- Dibongkarnya makam leluhur Pangeran Diponegoro secara sepihak oleh Belanda.
Saat menghadapi Belanda, Pangeran Diponegoro menggunakan strategi perang
gerilya dan memusatkan pertahanannya di Goa Selarong. Penggunaan
strategi perang gerilya ini terbukti cukup berhasil karena pasukan
Diponegoro mempu mendesak Belanda hingga ke daerah Pacitan. Belanda yang mulai kewalahan menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro
akhirnya menerapkan strategi benteng stelsel, yaitu dengan mendirikan
beberapa benteng di daerah yang sudah berhasil dikuasai dan
menghubungkan tiap benteng dengan jalan sehingga akan memudahkan
komunikasi. Penggunaan strategi benteng stelsel oleh belanda mampu mempersulit
pergerakan pasukan Diponegoro sehingga setiap pasukan hanya bisa
bertahan di daerah masing-masing.
Tahun 1828, Kiai Mojo salah satu penguasa pendukung Pangeran Diponegoro
berhasil ditangkap oleh Belanda dan di asingkan ke Minahasa sampai
wafatnya. Setahun kemudian, Sentot Prawirodirjo menyerah kepada belanda
dan bersama pasukannya dikirim ke Sumatera Barat untuk memadamkan
perlawanan Tuanku Imam Bonjol. Namun Sentot Prawirodirjo akhirnya
ditangkap oleh belanda dan diasingkan ke Bengkulu sampai akhir hayatnya
karena ia dan pasukannya malah memihak kepada Tuanku Imam Bonjol.
Jendral De Kock sebagai panglima tertinggi pasukan Belanda terus
berupaya membujuk Pangeran Diponegoro agar mau berunding dengan Belanda.
Akhirnya Pangeran Diponegoro menerima tawaran tersebut dan perundingan
dilaksanakan di Magelang, tanggal 28 Maret 1830. Namun ketika proses
perundingan sedang berlangsung, secara licik Belanda menangkap Pangeran
Diponegoro. Pangeran Diponegoro kemudian dibawa ke Batavia, kemudian
diasingkan lagi ka Manado, lalu dipindahkan ke Makassar sampai beliau
wafat pada tanggal 8 Januari 1855. Sejak penangkapan Pangeran Diponegoro
secara licik oleh Belanda tersebut, maka berakhir pula lah sejarah
panjang Perang Diponegoro yang sangat legendaris tersebut. (Dari berbagai sumber)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar